Senin, 13 Oktober 2014

PENAHANAN ANAK DALAM TINDAK PIDANA PERIKANAN



TINJAUAN HUKUM PENAHANAN HAKIM TERHADAP ANAK
DALAM TINDAK PIDANA PERIKANAN

A.    PENDAHULUAN
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.
Indonesia sebagai negara pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the right of the Child) yang mengatur prinsip perlindungan hukum terhadap anak telah mempunyai Undang-Undang yang memberikan perlindungan khusus terhadap anak yang berhubungan dengan hukum, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yang kemudian Undang-Undang tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak yang akan berlaku pada tahun 2014 nanti.[1]
Pengertian Anak dalam UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin, selanjutnya yang dimaksud dengan Anak Nakal adalah anak yang melakukan tindak pidana, atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.[2]
Untuk menyidangkan anak nakal, UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak telah melahirkan pengadilan anak yang berwenang memeriksa, memutus , dan menyelesaikan perkara pidana anak, dengan intrumen hukum acara pidana yang berlaku tetap menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), kecuali ditentukan lain oleh UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak tersebut.[3]
Dewasa ini marak kejahatan yang dilakukan oleh anak, tidak hanya merupakan bentuk kenakalan remaja melainkan juga kejahatan-kejahatan pada umumnya yang biasa dilakukan oleh orang dewasa seperti tindak pidana pencurian, perampokan, perkosaan, Narkoba, pembunuhan dan juga tindak pidana perikanan.
Khusus untuk tindak pidana perikanan, dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan telah dibentuk Pengadilan Perikanan, yang mempunyai hukum acara tersendiri yang mengecualikan ketentuan-ketentuan hukum acara dalam KUHAP, seperti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan perikanan.[4]
Berkaitan anak sebagai pelaku tindak pidana perikanan, penulis tertarik untuk melakukan kajian dikarenakan ada dua norma hukum acara yang berlaku, yaitu hukum acara Pengadilan Anak yang diatur dalam UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan hukum acara Pengadilan Perikanan yang diatur dalam UU No. 31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, lebih khusus lagi penulis akan mengkaji  mengenai kewenangan penahananan hakim terhadap anak dalam tindak pidana perikanan, sehingga makalah ini diberi judul : “TINJAUAN HUKUM PENAHANAN HAKIM TERHADAP ANAK DALAM TINDAK PIDANA PERIKANAN”.
B.    PERMASALAHAN
Dalam Pasal 47 UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, untuk kepentingan pemeriksaan, hakim diberi kewenangan untuk melakukan penahanan dan penahanan lanjutan terhadap anak nakal, penahanan dimaksud untuk paling lama 15 (lima belas) hari, dan apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari, sehingga keseluruhannya untuk kepentingan pemeriksaan sidang anak, hakim berwenang melakukan penahanan selama 45 (empat puluh lima) hari.
Sedangkan UU No.31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, dalam Pasal 81 untuk kepentingan pemeriksaan, hakim diberi kewenangan untuk melakukan penahanan selama 20 (dua puluh) hari, apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan paling lama 10 (sepuluh) hari, sehingga keseluruhannya untuk kepentingan pemeriksaan sidang pengadilan perikanan, hakim berwenang melakukan penahanan selama 30 (tiga puluh) hari.
Permasalahan penahanan ini muncul apabila ada anak nakal melakukan tindak pidana perikanan, untuk kepentingan pemeriksaan sidang pengadilan terhadap anak nakal tersebut apakah hakim akan menerapkan penahanan sesuai UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak atau menerapkan penahanan yang diatur dalam UU No.31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
C.    PEMBAHASAN
Adanya dua norma hukum penahanan terhadap anak tersebut di atas (UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan UU No.31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan) akan memerlukan penafsiran untuk memilih mana yang paling tepat diterapkan.
Dalam penafsiran hukum dikenal asas Lex Specialis Derogat Legi Generali yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus ( lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (legi generali). Hasil Rakernas Tahun 2006 menyatakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana perikanan harus diterapkan ketentuan penahanan sebagaimana dimaksud dalam UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dengan alasan adanya asas Lex Specialis Derogat Legi Generali karena UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak adalah ketentuan khusus ( lex specialis) untuk anak nakal sedangkan UU No.31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan UU No.45 Tahun 2009 tentang perikanan sebagai ketentuan yang bersifat umum (legi generali).
Akan tetapi menurut penulis dalam permasalahan penerapan penahanan terhadap anak nakal dalam tindak pidana perikanan ini, penafsiran menggunakan asas Lex Specialis Derogat Legi Generali  tidak dapat digunakan karena kedua undang-undang tersebut tersebut (UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak atau dan UU No.31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan) sama-sama merupakan hukum yang bersifat khusus.
Menurut Penulis dalam menafsirkan kedua peraturan tentang penahanan tersebut ((UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak atau dan UU No.31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan) lebih tepat menggunakan penafsiran asas In Dubio Pro Reo [5]yang diartikan jika ada keragu-raguan mengenai sesuatu hal haruslah diputuskan hal-hal yang menguntungkan terdakwa, sehingga penahanan hakim terhadap anak dalam tindak pidana perikanan lebih menguntungkan menerapkan ketentuan UU No.31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan karena penahananan hanya memerlukan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, dibanding penahanan dalam UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang memerlukan jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari.
Selain itu dapat dihubungan dengan Penafsiran sistematis yaitu penafsiran yang menghubungkan pasal satu dengan pasal yang lain dalam suatu perundang-undangan yang bersangkutan atau perundang-undangan lain atau membaca penjelasan undang-undang sehingga mengerti maksudnya,[6] karena dengan membaca ketentuan Pasal 47 ayat (4) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yang menentukan apabila jangka waktu penahanan dilampaui dan hakim belum memberikan putusannya, maka anak yang bersangkutan harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum, atau ketentuan Pasal 80 UU No.31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan yang menentukan bahwa dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan pelimpahan perkara dari Penuntut Umum, hakim harus sudah menjatuhkan putusan, kesemuannya adalah menguntungkan terdakwa anak jika menerapkan penahanan menggunakan ketentuan dalam UU No.31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
Penerapan penahanan menggunakan UU No.31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan lebih didukung lagi apabila kita membaca mengenai penahanan terhadap anak yang diatur dalam UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak (meskipun baru akan berlaku tahun 2014). Dalam UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, memberikan jangka waktu penahanan bagi hakim paling lama 10 (sepuluh) hari dan dapat diperpanjang Ketua Pengadilan Negeri paling lama 15 (lima belas) hari, sehingga seluruhnya untuk kepentingan pemeriksaan di sidang, Hakim hanya berwenang menahan paling lama 25 (dua puluh lima) hari.[7]
D.    PENUTUP
Sebagai Penutup dari makalah ini, penulis menyampaikan kesimpulan bahwa sebelum berlaku UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, (Tahun 2014), apabila ada sidang anak dengan dakwaan melakukan tindak pidana perikanan maka penahanan terhadap anak nakal tersebut lebih tepat menggunakan ketentuan penahanan yang diatur dalam UU No.31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, sedangkan apabila UU No.11 Tahun 2012 tentang Sisten Peradilan Anak diberlakukan maka akan diterapkan ketentuan penahanan dalam UU No.11 Tahun 2012 tentang Sisten Peradilan Anak tersebut.





Daftar Bacaan :
-        UU No.11 Tahun 2012 tentang Sisten Peradilan Anak.
-        UU No.31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.

-        UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
-        KUHP
-        KUHAP
-        m.hukumonline.com-Klinik.
-        Blog Archive.Hukum Pidana (KD I).


[1] Pertimbangan pembentukan UU NO.11 Tahun 2012
[2] Periksa Pasal 1 angka 1 dan angka 2 UU No.3 Tahun 1997
[3] Pasal 40 UU No.3 Tahun 1997
[4] periksa Pasal 72, Pasal 74, Pasal 77 UU No.31 Tahun 2004
[5] m.hukumonline.com-Klinik: Penerapan Asas In Dubio Pro Reo
[6] Mengaji Hukum.Blog Archive.Hukum Pidana (KD I)
[7] periksa Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) UU No.11 Tahun 2012

1 komentar:

  1. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
    BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

    Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    BalasHapus