Senin, 13 Oktober 2014

Lembaga dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Konsumen melaui Pengadilan



UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLIDUNGAN KONSUMEN DALAM PENANGANAN SENGKETA KONSUMEN DI PENGADILAN NEGERI
Oleh : SOBANDI (HAKIM PENGADILAN NEGERI BATAM)
(Disampaikan dalam Workshop Pemetaan Penanganan Pengaduan Konsumen Dalam Upaya Meningkatkan Kapasitas Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, di Hotel Panorama Regenci, Batam, Senin 12 Desember 2011)

A.    PENDAHULUAN
Kedudukan pelaku usaha dan konsumen kadang tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. Inilah salah satu alasan lahirnya UU No.8 Tahun 1999;

Dalam UU No.8 Tahu 1999 diatur mengenai hak dan kewajiban Konsumen, hak dan kewajiban Pelaku Usaha,  Perbuatan Yang dilarang bagi Pelaku Usaha, Pencantuman Klausula Baku, Pembinaan dan Pengawasan,  Penyelesaian Sengketa, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan lain-lain ;

Hubungan antara Konsumen dan Pelaku Usaha tidak selalu berjalan mulus, kadang muncul persoalan-persoalan yang melanggar hak dan kewajiban masing-masing dan menyebabkan kerugian bagi salah satu pihak. Penyelesaian sengketa Konsumen dengan Pelaku Usaha dapat melalui pengadilan atau di luar pengadilan sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 23 jo Pasal 45 UU No.8 Tahun 1999. Tindakan Konsumen atau Pelaku Usaha untuk memilih penyelasaian sengketa melalui pengadilan atau di luar pengadilan adalah pilihan sukarela. UU Perlindungan Konsumen menentukan yang dimaksudkan dengan pengadilan adalah pengadilan dalam lingkup peradilan umum yaitu pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung;

Dalam makalah ini, penulis akan memaparkan mengenai lembaga dan prosedur penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan;

B.    PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MELALUI PENGADILAN

1.     Gugatan Perdata

Gugatan Perdata biasa dapat dapat diajukan baik oleh Konsumen maupun Pelaku Usaha. Praktek di peradilan gugatan diajukan dengan dasar Pebuatan Melawan Hukum (PMH) yaitu menggunakan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata :tiap perbuatan yang melawan hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”; atau Ingkar Janji (wanprestasi) yang didasarkan  pada adanya perjanjian antara Konsumen dengan Pelaku Usaha, alasan mengajukan gugatan dapat berupa tidak melaksanakan perjanjian sama sekali, melaksanakan prestasi tapi sebagian atau terlambat melaksanakan perjanjian;

Dalam sengketa konsumen, UU Pelindungan Konsumen memberikan kemudahan bagi Konsumen untuk melakukan gugatan ditempat kedudukan konsumen sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 23 Gugatan terhadap pelaku usaha yang menolak dan atau tidak memberi tanggapan atau tidak memberi ganti rugi atas tuntutan konsumen diajukan di pengadilan tempat kedudukan konsumen;

2.     Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action)

UU Perlindungan Konsumen memberikan dasar hukum untuk gugatan perwakilan kelompok atau Class Action, yaitu suatu prosedur hukum yang memungkinkan banyak orang bergabung untuk menuntut ganti kerugian atau kompensasi lainnya di dalam suatu gugatan, sebagiaman atermuat dalam ketentuan Pasal 46 ayat (1) huruf B UU No.8 Tahun 1999;

Mahkamah Agung telah mengeluarkan PERMA NO.1 Tahun 2002 untuk mengatur hukum acara mengenai gugatan perwakilan kelompok atau class action ini. Dalam Perma No.1 Tahun 2002 ditentukan gugatan perwakilan kelompok diajukan dalam hal:

a.      Jumlah anggota kelompok semakin banyak sehingga tidak efektif apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam satu gugatan;

b.     Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat subtansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan di antara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya;


c.      Wakil Kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya;

Untuk mewakili kepentingan hukum angota kelompok, wakil kelompok tidak dipersyaratkan memperoleh surat kuasa khusus dari anggota kelompok. Anggota Kelompok dalam jangka waktu yang ditentukan oleh Hakim diberi kesempatan menyatakan keluar dari keanggotaan kelompok. Pihak yang telah menyatakan diri keluar dari keanggotaan gugatan perwakilan kelompok secara hukum tidak terkait dengan putusan atas gugatan perwakilan kelompok yang dimaksud;

Apabila gugatan ganti rugi dalam gugatan perwakilan kelompok dikabulkan, pengadilan akan memutuskan jumlah ganti rugi secara rinci, penentuan kelompok dan/atau sub kelompok yang berhak, mekanisme pendistribusian ganti rugi dan langkah-langkah yang wajib ditempuh oleh wakil kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian;

3.     Gugatan Untuk Kepentingan Umum
Gugatan untuk kepentingan umum dapat diajukan oleh Organisasi kemasyarakatan/Lembaga Swadaya Masyarakat berdasarkan ketentuan Pasal 46 ayat (1) huruf C UU No.8 Tahun 1999;
UU Perlindungan Konsumen telah menentukan organisasi kemasyarakatan atau lembaga Swadaya Masyarakat yang dapat mengajukan  mengajukan gugatan adalah harus  :
a.      Berbentuk  Badan Hukum atau Yayasan;

b.     Anggaran Dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;


c.      Untuk mendapatkan pengakuan sebagai LPKSM, harus dipenuhi syarat-syarat terdaftar pada Pemerintah Kabupaten.Kota dan bergerak dalam bidang perlindungan konsumen sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar LPKSM;
Ganti kerugian yang dapat dituntut dalam gugatan untuk kepentingan umum adalah ganti kerugian sepanjang atau terbatas pada kerugian atau ongkos-ongkos yang diderita atau dikeluarkan oleh Penggugat, selain itu dapat juga dituntut penghentian kegiatan, permintaan maaf dan pembayaran uang paksa;

4.     Gugatan pemerintah dan/atau instansi terkait

Gugatan pemerintah dan/atau instansi terkait dilakukan apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit (Pasal 46 ayat (1) huruf D UU No.8 Tahun 1999);

5.     Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) bersifat final dan mengikat, artinya tidak terdapat upaya hukum bagi para pihak (Konsumen atau Pelaku Usaha) untuk mengajukan banding maupun kasasi terhadap putusan BPSK, akan tetapi dalam ketentuan Pasal 56 ayat (2) UU Perlindungan Kosnumen membuka peluang bagi para pihak mengajukan keberatan terhadap putusan BPSK ke pengadilan negeri, serta masih dibuka lagi untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung;

Mahkamah Agung telah mengeluarkan PERMA NO.1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelasain Sengketa Konsumen;

Dalam Perma No. 1 Tahun 2006 tersebut, ditentukan Syarat Pengajuan Keberatan Atas Putusan BPSK, yaitu
a.      Keberatan diajukan dalam bentuk gugatan (bukan Voluntair);

b.     Keberatan diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas hari) kerja sejak Pelaku Usaha atau Konsumen menerima pemberitahuan putusan BPSK;


c.      Keberatan diajukan dalam rangkap 6 (enam) untuk dikirim oleh Panitera kepada pihak yang berkepentingan termasuk BPSK;

d.     Keberatan diajukan melalui Kepaniteraan pengadilan negeri di temat kedudukan hukum Pelaku Usaha atau Konsumen sesuai dengan prosedur pendaftaran perkara perdata;


e.      BPSK bukan merupakan pihak;

Selain itu juga Perma No 1 Tahun 2006 mengatur  mengenai Tata Cara Pengajuan Keberatan Atas Putusan BPSK, yaitu :

a.      Keberatan terhadap putusan arbitrase BPSK dapat diajukan apabila memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 70 UU No.8 Tahun 1999 (UU Arbitrase dan APS), yaitu :

(1)  Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan diakui palsu atau dinyatakan palsu;

(2)  Setelah putusan Arbitrase BPSK diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan pihak lawan;


(3)  Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa;

b.     Dalam hal keberatan diajukan atas dasar sebagaimana dimaksud dalam butir a di atas, pengadilan dapat mengeluarkan pembatalan putusan BPSK;

c.      Dalam hal keberatan diajukan atas dasar alasan lain diluar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir c di atas, pengadilan dapat mengadili sendiri sengketa konsumen yang bersangkutan;


d.     Pemeriksaan keberatan dilakukan atas dasar putusan BPSK dan berkas perkara;

e.      Dalam hal mengadili sendiri, pengadilan wajib memperhatikan ganti kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) UU NO.8 Tahun 1999, yaitu :


Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;

(Pasal 19 ayat (1) UU No.8 tahun 1999 :Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan);

f.      Pengadilan negeri harus memberikan putusan dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak sidang pertama;

g.     Upaya hukum terhadap putusan keberatan atas putusan BPSK adalah Kasasi ke Mahkamah Agung;

C.    PENUTUP

Demikian pemaparan penulis dalam Workshop ini mengenai Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam Penanganan Sengketa Konsumen di Pengadilan Negeri, semoga bermanfaat.

SUMBER BACAAN :
1.     UU NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Kosumen;
2.     PERMA N0.1 Tahun 2002 tentang Gugatan Perwakilan Kelompok/Class Action;
3.     PERMA No.1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelasain Sengketa Konsumen;
4.     Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan;
5.     Buku : Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan Yang Menyesatkan, Penulis : Dr. DEDI HARIANTO, SH.M,Hum.
6.     Buku : Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, Penulis : PROF. Dr. AHMADI MIRU, SH.MH.

1 komentar:

  1. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
    BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

    Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    BalasHapus