TINJAUAN HUKUM PENAHANAN HAKIM TERHADAP ANAK
DALAM
TINDAK PIDANA PERIKANAN
A.
PENDAHULUAN
Anak
adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang
merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki
peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan pembinaan
dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik,
mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.
Indonesia
sebagai negara pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the right of the Child) yang mengatur prinsip
perlindungan hukum terhadap anak telah mempunyai Undang-Undang yang memberikan
perlindungan khusus terhadap anak yang berhubungan dengan hukum, yaitu
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yang kemudian
Undang-Undang tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Anak yang akan berlaku pada tahun 2014 nanti.[1]
Pengertian
Anak dalam UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak adalah orang yang dalam
perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai
umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin, selanjutnya yang dimaksud
dengan Anak Nakal adalah anak yang melakukan tindak pidana, atau anak yang
melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan
perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku
dalam masyarakat yang bersangkutan.[2]
Untuk
menyidangkan anak nakal, UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak telah
melahirkan pengadilan anak yang berwenang memeriksa, memutus , dan
menyelesaikan perkara pidana anak, dengan intrumen hukum acara pidana yang
berlaku tetap menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), kecuali ditentukan lain oleh UU No.3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak tersebut.[3]
Dewasa
ini marak kejahatan yang dilakukan oleh anak, tidak hanya merupakan bentuk
kenakalan remaja melainkan juga kejahatan-kejahatan pada umumnya yang biasa
dilakukan oleh orang dewasa seperti tindak pidana pencurian, perampokan, perkosaan,
Narkoba, pembunuhan dan juga tindak pidana perikanan.
Khusus
untuk tindak pidana perikanan, dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana
dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan telah
dibentuk Pengadilan Perikanan, yang mempunyai hukum acara tersendiri yang
mengecualikan ketentuan-ketentuan hukum acara dalam KUHAP, seperti penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan perikanan.[4]
Berkaitan
anak sebagai pelaku tindak pidana perikanan, penulis tertarik untuk melakukan
kajian dikarenakan ada dua norma hukum acara yang berlaku, yaitu hukum acara
Pengadilan Anak yang diatur dalam UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan
hukum acara Pengadilan Perikanan yang diatur dalam UU No. 31 Tahun 2004 sebagaimana
dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, lebih
khusus lagi penulis akan mengkaji
mengenai kewenangan penahananan hakim terhadap anak dalam tindak pidana
perikanan, sehingga makalah ini diberi judul : “TINJAUAN HUKUM PENAHANAN HAKIM
TERHADAP ANAK DALAM TINDAK PIDANA PERIKANAN”.
B.
PERMASALAHAN
Dalam
Pasal 47 UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, untuk kepentingan
pemeriksaan, hakim diberi kewenangan untuk melakukan penahanan dan penahanan
lanjutan terhadap anak nakal, penahanan dimaksud untuk paling lama 15 (lima
belas) hari, dan apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum
selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan
untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari, sehingga keseluruhannya untuk
kepentingan pemeriksaan sidang anak, hakim berwenang melakukan penahanan selama
45 (empat puluh lima) hari.
Sedangkan
UU No.31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun
2009 tentang Perikanan, dalam Pasal 81 untuk kepentingan pemeriksaan, hakim
diberi kewenangan untuk melakukan penahanan selama 20 (dua puluh) hari, apabila
diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai dapat diperpanjang
oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan paling lama 10 (sepuluh) hari,
sehingga keseluruhannya untuk kepentingan pemeriksaan sidang pengadilan perikanan,
hakim berwenang melakukan penahanan selama 30 (tiga puluh) hari.
Permasalahan
penahanan ini muncul apabila ada anak nakal melakukan tindak pidana perikanan, untuk
kepentingan pemeriksaan sidang pengadilan terhadap anak nakal tersebut apakah
hakim akan menerapkan penahanan sesuai UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak atau menerapkan penahanan yang diatur dalam UU No.31 Tahun 2004
sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
C.
PEMBAHASAN
Adanya
dua norma hukum penahanan terhadap anak tersebut di atas (UU No.3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak dan UU No.31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan) akan memerlukan penafsiran
untuk memilih mana yang paling tepat diterapkan.
Dalam
penafsiran hukum dikenal asas Lex
Specialis Derogat Legi Generali yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat
khusus ( lex specialis) mengesampingkan
hukum yang bersifat umum (legi generali). Hasil Rakernas Tahun 2006
menyatakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana perikanan harus
diterapkan ketentuan penahanan sebagaimana dimaksud dalam UU No.3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak, dengan alasan adanya asas Lex Specialis Derogat Legi Generali karena UU No.3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak adalah ketentuan khusus ( lex specialis) untuk anak nakal sedangkan UU No.31 Tahun 2004
sebagaimana dirubah dengan UU No.45 Tahun 2009 tentang perikanan sebagai
ketentuan yang bersifat umum (legi generali).
Akan
tetapi menurut penulis dalam permasalahan penerapan penahanan terhadap anak
nakal dalam tindak pidana perikanan ini, penafsiran menggunakan asas Lex Specialis Derogat Legi Generali tidak dapat digunakan karena kedua
undang-undang tersebut tersebut (UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
atau dan UU No.31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009 tentang Perikanan) sama-sama merupakan hukum yang bersifat khusus.
Menurut
Penulis dalam menafsirkan kedua peraturan tentang penahanan tersebut ((UU No.3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak atau dan UU No.31 Tahun 2004 sebagaimana
dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan) lebih tepat
menggunakan penafsiran asas In Dubio Pro
Reo [5]yang
diartikan jika ada keragu-raguan mengenai sesuatu hal haruslah diputuskan
hal-hal yang menguntungkan terdakwa, sehingga penahanan hakim terhadap anak
dalam tindak pidana perikanan lebih menguntungkan menerapkan ketentuan UU No.31
Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perikanan karena penahananan hanya memerlukan jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari, dibanding penahanan dalam UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang
memerlukan jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari.
Selain
itu dapat dihubungan dengan Penafsiran sistematis yaitu penafsiran yang
menghubungkan pasal satu dengan pasal yang lain dalam suatu perundang-undangan
yang bersangkutan atau perundang-undangan lain atau membaca penjelasan
undang-undang sehingga mengerti maksudnya,[6]
karena dengan membaca ketentuan Pasal 47 ayat (4) UU No. 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak, yang menentukan apabila jangka waktu penahanan dilampaui dan
hakim belum memberikan putusannya, maka anak yang bersangkutan harus
dikeluarkan dari tahanan demi hukum, atau ketentuan Pasal 80 UU No.31 Tahun
2004 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perikanan yang menentukan bahwa dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal penerimaan pelimpahan perkara dari Penuntut Umum, hakim
harus sudah menjatuhkan putusan, kesemuannya adalah menguntungkan terdakwa anak
jika menerapkan penahanan menggunakan ketentuan dalam UU No.31 Tahun 2004
sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
Penerapan
penahanan menggunakan UU No.31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan lebih didukung lagi apabila
kita membaca mengenai penahanan terhadap anak yang diatur dalam UU No.11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Anak (meskipun baru akan berlaku tahun 2014).
Dalam UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, memberikan jangka
waktu penahanan bagi hakim paling lama 10 (sepuluh) hari dan dapat diperpanjang
Ketua Pengadilan Negeri paling lama 15 (lima belas) hari, sehingga seluruhnya
untuk kepentingan pemeriksaan di sidang, Hakim hanya berwenang menahan paling
lama 25 (dua puluh lima) hari.[7]
D.
PENUTUP
Sebagai
Penutup dari makalah ini, penulis menyampaikan kesimpulan bahwa sebelum berlaku
UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, (Tahun 2014), apabila ada
sidang anak dengan dakwaan melakukan tindak pidana perikanan maka penahanan
terhadap anak nakal tersebut lebih tepat menggunakan ketentuan penahanan yang
diatur dalam UU No.31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor
45 Tahun 2009 tentang Perikanan, sedangkan apabila UU No.11 Tahun 2012 tentang
Sisten Peradilan Anak diberlakukan maka akan diterapkan ketentuan penahanan
dalam UU No.11 Tahun 2012 tentang Sisten Peradilan Anak tersebut.
Daftar Bacaan
:
-
UU No.11 Tahun 2012 tentang Sisten
Peradilan Anak.
-
UU
No.31 Tahun 2004 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009
tentang Perikanan.
-
UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak.
-
KUHP
-
KUHAP
-
m.hukumonline.com-Klinik.
-
Blog Archive.Hukum Pidana (KD I).
[1]
Pertimbangan pembentukan UU NO.11 Tahun 2012
[2] Periksa
Pasal 1 angka 1 dan angka 2 UU No.3 Tahun 1997
[3] Pasal 40
UU No.3 Tahun 1997
[4] periksa
Pasal 72, Pasal 74, Pasal 77 UU No.31 Tahun 2004
[5]
m.hukumonline.com-Klinik: Penerapan Asas In Dubio Pro Reo
[6] Mengaji
Hukum.Blog Archive.Hukum Pidana (KD I)
[7] periksa
Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) UU No.11 Tahun 2012
KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
BalasHapusBERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.
Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....