UNDANG-UNDANG
NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLIDUNGAN KONSUMEN DALAM PENANGANAN SENGKETA KONSUMEN
DI PENGADILAN NEGERI
Oleh
: SOBANDI (HAKIM PENGADILAN NEGERI BATAM)
(Disampaikan
dalam Workshop Pemetaan Penanganan Pengaduan Konsumen Dalam Upaya Meningkatkan
Kapasitas Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, di Hotel Panorama Regenci,
Batam, Senin 12 Desember 2011)
A.
PENDAHULUAN
Kedudukan pelaku usaha dan konsumen kadang tidak
seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek
aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku
usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar
yang merugikan konsumen. Inilah salah satu alasan lahirnya UU No.8 Tahun 1999;
Dalam UU No.8 Tahu 1999 diatur mengenai hak dan
kewajiban Konsumen, hak dan kewajiban Pelaku Usaha, Perbuatan Yang dilarang bagi Pelaku Usaha,
Pencantuman Klausula Baku, Pembinaan dan Pengawasan, Penyelesaian Sengketa, Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen, dan lain-lain ;
Hubungan antara Konsumen dan Pelaku Usaha tidak
selalu berjalan mulus, kadang muncul persoalan-persoalan yang melanggar hak dan
kewajiban masing-masing dan menyebabkan kerugian bagi salah satu pihak. Penyelesaian
sengketa Konsumen dengan Pelaku Usaha dapat melalui pengadilan atau di luar
pengadilan sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 23 jo Pasal 45 UU No.8
Tahun 1999. Tindakan Konsumen atau Pelaku Usaha untuk memilih penyelasaian
sengketa melalui pengadilan atau di luar pengadilan adalah pilihan sukarela. UU
Perlindungan Konsumen menentukan yang dimaksudkan dengan pengadilan adalah
pengadilan dalam lingkup peradilan umum yaitu pengadilan negeri, pengadilan
tinggi dan Mahkamah Agung;
Dalam makalah ini, penulis akan memaparkan mengenai lembaga
dan prosedur penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan;
B.
PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN MELALUI PENGADILAN
1.
Gugatan
Perdata
Gugatan Perdata biasa
dapat dapat diajukan baik oleh Konsumen maupun Pelaku Usaha. Praktek di
peradilan gugatan diajukan dengan dasar Pebuatan Melawan Hukum (PMH) yaitu
menggunakan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata :“tiap
perbuatan yang melawan hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan
orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan
kerugian tersebut”; atau Ingkar Janji (wanprestasi) yang
didasarkan pada adanya perjanjian antara
Konsumen dengan Pelaku Usaha, alasan mengajukan gugatan dapat berupa tidak
melaksanakan perjanjian sama sekali, melaksanakan prestasi tapi sebagian atau
terlambat melaksanakan perjanjian;
Dalam
sengketa konsumen, UU Pelindungan Konsumen memberikan kemudahan bagi Konsumen
untuk melakukan gugatan ditempat kedudukan konsumen sebagaimana tertuang dalam
ketentuan Pasal 23 Gugatan terhadap pelaku usaha yang menolak dan atau tidak
memberi tanggapan atau tidak memberi ganti rugi atas tuntutan konsumen diajukan
di pengadilan tempat kedudukan konsumen;
2.
Gugatan
Perwakilan Kelompok (Class Action)
UU Perlindungan
Konsumen memberikan dasar hukum untuk gugatan perwakilan kelompok atau Class
Action, yaitu suatu prosedur hukum yang memungkinkan banyak orang bergabung
untuk menuntut ganti kerugian atau kompensasi lainnya di dalam suatu gugatan,
sebagiaman atermuat dalam ketentuan Pasal 46 ayat (1) huruf B UU No.8 Tahun
1999;
Mahkamah Agung telah mengeluarkan
PERMA NO.1 Tahun 2002 untuk mengatur hukum acara mengenai gugatan perwakilan
kelompok atau class action ini. Dalam Perma No.1 Tahun 2002 ditentukan gugatan
perwakilan kelompok diajukan dalam hal:
a. Jumlah
anggota kelompok semakin banyak sehingga tidak efektif apabila gugatan
dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam satu gugatan;
b. Terdapat
kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang
bersifat subtansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan di antara wakil
kelompok dengan anggota kelompoknya;
c. Wakil
Kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan
anggota kelompok yang diwakilinya;
Untuk
mewakili kepentingan hukum angota kelompok, wakil kelompok tidak dipersyaratkan
memperoleh surat kuasa khusus dari anggota kelompok. Anggota Kelompok dalam
jangka waktu yang ditentukan oleh Hakim diberi kesempatan menyatakan keluar
dari keanggotaan kelompok. Pihak yang telah menyatakan diri keluar dari
keanggotaan gugatan perwakilan kelompok secara hukum tidak terkait dengan
putusan atas gugatan perwakilan kelompok yang dimaksud;
Apabila
gugatan ganti rugi dalam gugatan perwakilan kelompok dikabulkan, pengadilan
akan memutuskan jumlah ganti rugi secara rinci, penentuan kelompok dan/atau sub
kelompok yang berhak, mekanisme pendistribusian ganti rugi dan langkah-langkah
yang wajib ditempuh oleh wakil kelompok dalam proses penetapan dan
pendistribusian;
3.
Gugatan
Untuk Kepentingan Umum
Gugatan
untuk kepentingan umum dapat diajukan oleh Organisasi kemasyarakatan/Lembaga
Swadaya Masyarakat berdasarkan ketentuan Pasal 46 ayat (1) huruf C UU No.8 Tahun
1999;
UU
Perlindungan Konsumen telah menentukan organisasi kemasyarakatan atau lembaga
Swadaya Masyarakat yang dapat mengajukan
mengajukan gugatan adalah harus :
a. Berbentuk Badan Hukum atau Yayasan;
b. Anggaran
Dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut
adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan melaksanakan kegiatan sesuai
dengan anggaran dasarnya;
c. Untuk
mendapatkan pengakuan sebagai LPKSM, harus dipenuhi syarat-syarat terdaftar
pada Pemerintah Kabupaten.Kota dan bergerak dalam bidang perlindungan konsumen
sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar LPKSM;
Ganti
kerugian yang dapat dituntut dalam gugatan untuk kepentingan umum adalah ganti
kerugian sepanjang atau terbatas pada kerugian atau ongkos-ongkos yang diderita
atau dikeluarkan oleh Penggugat, selain itu dapat juga dituntut penghentian
kegiatan, permintaan maaf dan pembayaran uang paksa;
4.
Gugatan
pemerintah dan/atau instansi terkait
Gugatan pemerintah
dan/atau instansi terkait dilakukan apabila barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau
korban yang tidak sedikit (Pasal 46 ayat (1) huruf D UU No.8 Tahun 1999);
5.
Keberatan
Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) bersifat final dan mengikat, artinya
tidak terdapat upaya hukum bagi para pihak (Konsumen atau Pelaku Usaha) untuk
mengajukan banding maupun kasasi terhadap putusan BPSK, akan tetapi dalam
ketentuan Pasal 56 ayat (2) UU Perlindungan Kosnumen membuka peluang bagi para
pihak mengajukan keberatan terhadap putusan BPSK ke pengadilan negeri, serta
masih dibuka lagi untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung;
Mahkamah Agung telah
mengeluarkan PERMA NO.1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan
Terhadap Putusan Badan Penyelasain Sengketa Konsumen;
Dalam Perma No. 1 Tahun
2006 tersebut, ditentukan Syarat Pengajuan Keberatan Atas Putusan BPSK, yaitu
a. Keberatan
diajukan dalam bentuk gugatan (bukan Voluntair);
b. Keberatan
diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas hari) kerja sejak Pelaku Usaha
atau Konsumen menerima pemberitahuan putusan BPSK;
c. Keberatan
diajukan dalam rangkap 6 (enam) untuk dikirim oleh Panitera kepada pihak yang
berkepentingan termasuk BPSK;
d. Keberatan
diajukan melalui Kepaniteraan pengadilan negeri di temat kedudukan hukum Pelaku
Usaha atau Konsumen sesuai dengan prosedur pendaftaran perkara perdata;
e. BPSK
bukan merupakan pihak;
Selain itu juga Perma
No 1 Tahun 2006 mengatur mengenai Tata
Cara Pengajuan Keberatan Atas Putusan BPSK, yaitu :
a. Keberatan
terhadap putusan arbitrase BPSK dapat diajukan apabila memenuhi persyaratan
sebagaimana diatur dalam Pasal 70 UU No.8 Tahun 1999 (UU Arbitrase dan APS),
yaitu :
(1) Surat
atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan diakui
palsu atau dinyatakan palsu;
(2) Setelah
putusan Arbitrase BPSK diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang
disembunyikan pihak lawan;
(3) Putusan
diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam
pemeriksaan sengketa;
b. Dalam
hal keberatan diajukan atas dasar sebagaimana dimaksud dalam butir a di atas,
pengadilan dapat mengeluarkan pembatalan putusan BPSK;
c. Dalam
hal keberatan diajukan atas dasar alasan lain diluar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam butir c di atas, pengadilan dapat mengadili sendiri sengketa
konsumen yang bersangkutan;
d. Pemeriksaan
keberatan dilakukan atas dasar putusan BPSK dan berkas perkara;
e. Dalam
hal mengadili sendiri, pengadilan wajib memperhatikan ganti kerugian
sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) UU NO.8 Tahun 1999, yaitu :
Ganti rugi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang
dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan
dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku;
(Pasal 19 ayat (1) UU No.8
tahun 1999 :Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan);
f. Pengadilan
negeri harus memberikan putusan dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja
sejak sidang pertama;
g. Upaya
hukum terhadap putusan keberatan atas putusan BPSK adalah Kasasi ke Mahkamah
Agung;
C.
PENUTUP
Demikian
pemaparan penulis dalam Workshop ini mengenai Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dalam Penanganan Sengketa Konsumen di Pengadilan Negeri, semoga bermanfaat.
SUMBER BACAAN
:
1. UU
NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Kosumen;
2. PERMA
N0.1 Tahun 2002 tentang Gugatan Perwakilan Kelompok/Class Action;
3. PERMA
No.1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan
Penyelasain Sengketa Konsumen;
4. Pedoman
Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan;
5. Buku
: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan Yang Menyesatkan, Penulis :
Dr. DEDI HARIANTO, SH.M,Hum.
6. Buku
: Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, Penulis :
PROF. Dr. AHMADI MIRU, SH.MH.
KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
BalasHapusBERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.
Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....